KABAR CIREBON
– Banyak objek wisata di Kota Bandung, Jawa Barat yang bisa dinikmati secara gratis dan bisa memberi edukasi. Selain taman-taman tematik yang indah, ada juga lokasi sejarah yang memberi tambahan wawasan bagi wisatawan.
Salah satu taman yang mudah dikunjungi tentu saja Taman Balai Kota Bandung. Lokasi wisata itu terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya.
Sejatinya, kompleks Balai Kota Bandung sejak zaman penjajahan Belanda diciptakan sebagai taman dengan nama Pieters Park. Nama taman tersebut merupakan penghargaan kepada Asisten Residen Priangan, Pieter Sitjhoff.
Pieter dianggap berjasa dalam penataan wilayah Bandung pada masa kolonial Belanda. Namun, memasuki era Kemerdekaan Republik Indonesia, taman tersebut lebih dikenal sebagai Taman Balai Kota Bandung.
Setelah mengalami beberapa kali penataan, taman yang berada di bagian selatan Balai Kota Bandung itu terbagi menjadi dua bagian. Di sana ada Taman Dewi Sartika dan Taman Badak.
Penasaran dengan keindahan Taman Balai Kota Bandung, anggota Komunitas Tukang Ulin langsung melakukan kunjungan yang didampingi Ketua Komunitas Geowana, Kang Gan Gan Jatnika.
Tidak sekadar mengeksplore Taman Balai Kota Bandung, anggota Komunitas Tukang Ulin melanjutkan perjalanan dengan mengunjungi Museum Sejarah Kota Bandung di Jalan Aceh nomor 47.
Ketua Komunitas Tukang Ulin, Mom Yoke mengatakan, trip jalan kaki ke Taman Balai Kota Bandung bisa jadi refreshing bagi anggota dari rutinitas sehari-hari.
“Tiap hari masing-masing anggota mungkin punya kesibukan sendiri. Nah ajang jalan-jalan ke taman dan museum, selain bisa jadi wahana silaturahmi, juga untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Bandung,” ucap Mom Yoke.
Mom Yoke mengakui, ada beberapa hal yang belum diketahui oleh anggota Komunitas Tukang Ulin, terkait penyebutan nama-nama taman, termasuk tokoh-tokoh yang ikut mewarnai perkembangan Kota Bandung.
Anggota Komunitas Tukang Ulin, lanjut Mom Yoke, akhirnya bersyukur bisa mendapat penjelasan dari Kang Gan Gan seputar sejarah Kota Bandung
Menganggap trip keliling di pusat Kota Bandung sangat penting, membuat Bu Damayanti mengajak anaknya untuk ikut serta. Menurut Bu Damayanti, justru dari muda harus mengenal beberapa sejarah.
“Tapi tidak ada salahnya, yang sudah berusia lanjut turut menambah pengetahuan sejarah Kota Bandung,” ucap Bu Damayanti yang diiyakan oleh Bu Mimin.
Saat tiba di Taman Balai Kota Bandung, anggota Komunitas Tukang Ulin langsung disuguhi oleh rindangnya sejumlah pohon yang berusia tua. Bahkan beberapa pohon memiliki diameter sangat lebar dan butuh tiga orang untuk bisa mendekapnya.
Pohon-pohon besar itu bisa ditemukan baik di Taman Dewi Sartika maupun Taman Badak. Saat menemukan Patung Dewi Sartika, anggota Komunitas Tukang Ulin langsung mengambil foto bersama.
Bu Ai, Bu Sanya, Bu Misdarwani, Bu Enny, Bu Erni, dan Bu Iyay merasa senang bisa ikut trip jalan kaki ke tempat-tempat bersejarah di Kota Bandung.
“Kita jadi tahu lebih detail, bagaimana sejarah yang mewarnai Kota Bandung. Juga jadi tahu siapa saja tokoh-tokoh yang telah menyumbangkan jasanya,” ujar Bu Sanya.
Bu Alice, Bu Anda, Bu Emma, Bu Eli, Bu Reina dan Bu Anin makin semangat ketika kunjungan berlanjut ke Museum Sejarah Kota Bandung.
Para anggota Komunitas Tukang Ulin saat itu mendapat tantangan untuk menebak 16 nama tokoh yang turut mewarnai perkembangan wilayah Bandung. Gambar tokoh-tokoh tersebut dipasang di ruang utama museum.
Selain tokoh nasional yang ternama, ada juga sosok Herman Willem Daendels dan Karel Albert Rudolf Bosscha yang dianggap turut mewarnai perkembangan wilayah Bandung.
Ketika Kang Gan Gan menyebut nama Ismail Marzuki dan Abdoel Moeis, beberapa anggota Komunitas Tukang Ulin agak terkejut.
Kang Gan Gan langsung saja menjelaskan Ismail Marzuki lewat karya lagu-lagunya banyak menyentuh Bandung. Demikin juga dengan Abdoel Moeis, merupakan sosok wartawan yang punya peran dalam perjalanan sejarah Bandung.
“Ibu-ibu di Bandung pasti mengenal nama Abdoel Moeis sebagai terminal angkot di Kebon Kelapa,” kata Kang Gan Gan yang disambut gelak tawa anggota Komunitas Tukang Ulin.***